Pahlawan Milenial; Rebahan untuk Keselamatan

Archangela Priscilla Lagut

Siswi SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Prolog

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Dalam pandangan mainstream, kata pahlawan amat identik dengan gambaran seorang manusia super yang memiliki fisik besar sambil memegang peralatan bersenjata. Gambaran seperti ini sering kita temukan, misalnya dalam karya sastra novel, film, dan buku-buku sejarah. Namun demikian, di zaman sekarang ini pahlawan yang dibutuhkan bukanlah pahlawan yang memegang senjata atau bambu runcing ala pejuang kemerdekaan RI, melainkan insan yang dapat membawa pembaharuan di dalam kehidupan bermasyarakat.

Saat ini, masyarakat manusia di seluruh dunia sedang diserang secara besar-besaran oleh wabah virus Corona (Covid-19). Sebagai warga dunia, atau secara lebih sempit Warga Negara Indonesia (WNI), kemalangan ini mengakibatkan berbagai dampak buruk bagi seluruh bidang kehidupan kita. Covid-19 menyerang kita semua di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Dalam semua bidang tersebut, kita tidak dapat bergerak banyak, apalagi dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat atau PPKM (Community Activities Restrictions Enforcement).

Dalam situasi genting ini, kita tentu membutuhkan adanya sosok pahlawan yang datang untuk membawa keselamatan. Akan tetapi, pertanyaan mendasar yang amat penting adalah; siapakah sosok pahlawan itu? Pahlawan seperti apa yang betul-betul dapat membawa kita pada keselamatan? Apakah kita hanya diam, pasrah, dan menunggu datangnya penyelamat atau kita mesti berani menumbuhkan karakter kepahlawanan dalam diri kita masing-masing? Ayo beranikan diri!!!

Covid-19 dan Penjajahan Baru

Pada dasarnya, Covid-19 adalah sebuah pandemi atau wabah yang menyerang kesehatan manusia. Menurut Merriam Webster Dictionary (https://www.merriam-webster.com/dictionary/COVID-19, diakses 30 Agustus 2021), Covid-19 adalah penyakit pernapasan ringan hingga berat yang disebabkan oleh virus corona (sindrom pernapasan akut akibat virus dari genus Betacoronavirus). Penyebaran virus ini dapat berlangsung melalui cairan pernapasan atau bahan-bahan yang terkontaminasi oleh virus corona yang menyebabkan timbulnya gejala demam, batuk, sesak napas, pneumonia (infeksi paru-paru), hingga kegagalan pernapasan atau kematian.

Berdasarkan laporan JHU CSSE COVID-19 dan Our World in Data (https://github.com/CSSEGISandData/COVID-19, diakses 26 Juli 2021), jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia per tanggal 18 Juli 2021 adalah 44.721 dengan rata-rata mingguan sebanyak 50.039. Hal ini menunjukkan bahwa virus yang mewabah dan melanda seluruh dunia ini adalah ancaman serius yang mematikan. Wabah virus ini dirasakan oleh semua orang di seluruh dunia, tanpa terkecuali. Mobilitas manusia yang tinggi menyebabkan virus ini menyebar dengan sangat cepat dan hampir tidak dapat dikendalikan.

Meskipun demikian, jika dicermati secara teliti pandemi ini bukanlah sekadar wabah penyakit biasa yang berhubungan dengan kesehatan manusia. Covid-19 juga merupakan sebuah bentuk penjajahan baru. Berbeda dari penjajahan pada umumnya, virus ini menjajah kita secara diam-diam, yaitu dengan membatasi sebagian besar aktivitas produktif yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Kita dijajah oleh kenyataan bahwa sebagian besar bidang kehidupan tidak dapat berjalan normal seperti sediakala. Di bidang politik, kebijakan-kebijakan yang sudah direncanakan tidak dapat dijalankan. Di bidang ekonomi, banyak orang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan menjadi pengangguran, pendapatan semakin menurun, dan taraf hidup secara otomatis menjadi lebih rendah. Selain itu, hubungan sosial masyarakat harus dibatasi sebab virus corona dapat menyebar dalam kerumunan manusia.

Sebagai pelajar, virus ini sungguh menjadi penyebab berkurangnya kualitas belajar yang baik. Pelajar tidak lagi dapat masuk sekolah seperti biasa untuk berjumpa dengan guru dan teman-teman. Di samping itu, proses pembelajaran menjadi tersendat atau tidak lancar, sebab guru dan siswa dipisahkan oleh jarak fisik yang tak terhubungkan. Meskipun dibantu oleh sistem pembelajaran daring (online), tatap muka langsung antara guru dan siswa serta antarsiswa tentu saja memberikan warna yang lain dan lebih bermakna.

Penjajahan baru oleh Covid-19 tampak tidak hanya menyerang imunitas atau kekebalan tubuh manusia. Virus ini juga menyerang semangat hidup, sehingga tidak jarang dijumpai adanya orang yang putus asa dengan keadaannya. Dalam semua hal, pergerakan kita dibatasi oleh jarak fisik (physical distancing) dan sosial (social distancing). Covid-19 dianggap sebagai penjajah justeru karena ia menyebabkan banyak keterbatasan dalam hidup manusia. Tenaga dan energi negara dan masyarakat banyak dihabiskan untuk mengurus kesehatan, sehingga bidang-bidang lain menjadi tidak berjalan semestinya. Jika kita ingin bangkit dan menyerang, kita tidak hanya dapat mengandalkan senjata seperti yang digunakan oleh superhero dalam film-film Hollywood!!!

 Rebahan untuk keselamatan

Banyak yang berpikir bahwa menjadi pahlawan haruslah seorang yang gagah perkasa dan pandai menggunakan senjata. Ada juga yang berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang sudah dewasa. Pernyataan ini benar-benar salah; menjadi seorang pahlawan tidaklah memiliki syarat-syarat mutlak dan ketat, asalkan kita berani dan percaya diri pastilah kita semua dapat menjadi pahlawan.

Menjadi pahlawan dalam situasi kurang kondusif seperti sekarang ini sangatlah tidak mudah; pada saat ini orang-orang lebih senang rebahan, bermalas-malasan tetapi tahukah kamu bahwa hal ini merupakan bentuk kepahalawanan? Pada zaman dahulu para pahlawan berperang dengan senjata yang menguras tenaga, pertumpahan darah terjadi di mana-mana, ribuan nyawa melayang begitu saja, sama seperti kondisi saat ini di mana banyak nyawa yang melayang akibat serangan penjajah yaitu Covid-19. Banyak upaya perlawanan telah dilakukan, namun penjajah ini tetap ada bahkan mendatangkan penjajah baru yang lebih sadis. Dalam kondisi saat ini kita tidak mugkin mengunakan senapan ataupun mambu runcing untuk melawan.

Penjajahan ini masih akan terus berlanjut jika segala perlawanan masih dilakukan secara individual, sama halnya seperti sapu lidi, jika dipatahkan satu per satu maka akan mudah, tetapi jika dipatahkan secara bersamaan maka akan sulit. Jika kita secara bersama bangkit pasti dapat melawan penjajah ini.

Hal yang dapat dilakukan pertama kali adalah hindari sikap individualisme atau sikap yang mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. Dalam kondisi saat ini masih banyak masyarakat yang egois dengan tahu dan mau melanggar prokes dan beranggapan bahwa Covid-19 ini adalah bentuk permainan politik dari tenaga-tenaga kesehatan di Indonesia, untuk dapat mempergunakan uang negara secara seenaknya. Pemikiran sempit inilah yang membuat penjajahan dari Covid-19 terus merajalela, banyak memakan korban jiwa dan menimbulkan banyak gejolak masyarakat.

Saat ini pahlawan yang dibutuhkan adalah pahlawan yang dapat memberikan pemahaman dan membawa perubahan di dalam lingkup masyarakat, selain itu pahlawan yang dibutuhkan saat ini adalah pahlawan yang dapat menjadi contoh masyarakat, salah satunya menjadi pahlawan rebahan.

Bagi segelintir orang rebahan merupakan suatu hal yang hanya dilakukan oleh orang yang malas atau orang yang tidak memiliki pekerjaan. Namun rebahan adalah hal kepahlawanan yang dapat kita lakukan di tengah kondisi Covid-19 ini.

Dengan rebahan kita bisa memulihkan energi dan tidak ada hal yang dilakukan, itu berarti tinggal diam di dalam rumah tanpa ada kontak fisik dengan orang lain. Hal tersebut dapat meminimalisir potensi penularan Covid-19 di kalangan masyarakat, apalagi dengan jumlah kasus Covid-19 yang kian bertambah tanpa aba-aba.

Namun, di samping itu masih banyak masyarakat yang berkeliaran untuk keperluan yang sebenarnya dapat dilakukan dari rumah. Selain itu timbul gejolak masyarakat tentang program PPKM yang mana masyarakat harus tinggal di rumah saja selama masa waktu yang panjang. Belum lagi jika kasusnya melonjak naik maka program PPKM ini sudah dipastikan akan berjalan lebih panjang lagi, namun sampai saat ini hanya sebagian yang menyadari bahwa hal tersebut bermanfaat; masyarakat beranggapan bahwa kebijakan ini sangat merugikan mereka dalam banyak aspek.

Sudah seharusnya masyarakat perlu diberikan penyuluhan edukasi mengenai bahaya Covid-19 dan manfaat mematuhi prokes. Namun, melakukan kegiatan tersebut secara luring sangatlah mustahil disaat pandemi seperti ini apalagi masyarakat dilarang berkumpul. Kita masih bisa melakukannya secara daring dengan menggunakan media berbasis teknologi digital (internet).

Zaman ini adalah zaman teknologi, di mana semuanya dapat saling terhubung meskipun dipisahkan oleh jarak. Saat ini banyak media ataupun situs-situs penunjang yang telah diluncurkan, dari pada digunakan untuk hal yang kurang bermanfaat lebih baik digunakan untuk hal yang lebih bermfaat. Salah satunya adalah untuk kegiatan penyuluhan. Salah satu media yang dapat dan cocok untuk digunakan adalah tik-tok. Tik-tok adalah sebuah jaringan sosial dan platform video musik Tiongkok yang diluncurkan pada September 2016 oleh Zhang Yiming, pendiri Toutiao. Aplikasi tersebut membolehkan para pemakai untuk membuat video musik pendek mereka sendiri. Tik-tok juga merukapakan aplikasi yang sedang booming saat ini, hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan aplikasi ini.

Tiktok dijadikan media yang tepat karena menyediakan fitur-fitur yang unik meliputi musik, animasi-animasi lucu dan keren. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri  dari aplikasi ini. Sebagaimana yang dilaporkan statisa, ada 10 juta pengguna tiktok aktif di Indonesia, sehingga tiktok jelas adalah media yang sangat efektif untuk kegiatan penyuluhan ini.

Jadi, kita sudah melakukan perlawanan terhadap penjajah yaitu Covid-19. Menjadi pahlawan tidaklah memiliki syarat, namun dengan tekat dan keberanian kita semua akan bisa.

 

“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara., namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya” (Kevin Sanjaya Sukamuljo)