- By
- 20 Jan 2021
- 1233
BERGERAK MAJU DI BAWAH TEKANAN; Tentang Sekolah Daring di Masa Covid-19
(Fr Anno Susabun)
“Covid-19 mengajak
perang, dan kita akan menjadi pemenang kalau gemar mengatur taktik”
Hari-hari ini, pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan jinak. Kendati dihibur oleh penemuan vaksin, kita tetap
dihantui rasa takut dan cemas, sebab setiap hari kita menyantap banyak berita tentang
kenaikan angka pasien (korban terpapar corona).
Alhasil, kemacetan terjadi di banyak bidang kehidupan; sosial, ekonomi,
politik, pendidikan, dan sebagainya. Secara sosial kita mengalami benturan
hebat karena terpaksa harus ‘menjauhi’ sesama manusia. Lebih lanjut, ekonomi
masyarakat yang masih belum cukup akhirnya terseok-seok oleh berkurangnya
pendapatan (Bdk.
hasil penelitian Tapung, dkk). Program-program politik demi kesejahteraan
bersama juga macet akibat fokus anggaran yang sebagian besar mendanai bidang
kesehatan. Tulisan ini secara khusus merefleksikan kendala-kendala proses
pendidikan di lingkungan sekolah dan potensi yang perlu kita gali bersama demi
menjaga efektivitas proses belajar.
Di tengah makin parahnya
penyebaran Covid-19 di sekitar kita,
sekolah daring menjadi satu-satunya pilihan. Sebelum pandemi merebak, kita bisa
belajar di dalam ruang kelas yang akrab bersama dengan guru dan teman-teman.
Proses belajar menjadi lancar dan kita bisa saling membantu serta saling
melengkapi keterbatasan masing-masing demi perkembangan bersama. Belajar
bersama secara berkelompok menjadi momen yang ditunggu-tunggu, karena di
dalamnya kita bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman yang memperkaya wawasan.
Dalam perjumpaan fisik itu juga, kita tidak hanya menimba kekayaan pengetahuan
kognitif tetapi juga dimensi emosional, spiritual dan kepribadian.
Saat ini, dilema kita
adalah bagaimana mempertahankan berlangsungnya proses belajar yang menarik itu ketika
menjaga jarak fisik menjadi suatu keharusan. Pertanyaan penting untuk kita
adalah; apakah proses belajar harus dihentikan karena kita tidak dapat berjumpa
secara fisik? Atau apakah kita menunggu situasi yang kondusif, yaitu ketika corona sudah jinak, untuk melanjutkan
sekolah?
Mengelola
tekanan, menggali potensi
Covid-19
benar-benar
menekan kita dari segala sisi. Seperti sedang dikepung musuh, kita cemas dan
hampir tidak dapat berpikir tentang ke arah mana kita akan melarikan diri.
Tetapi, apakah kita memang tidak diberikan potensi untuk memikirkan taktik
perang?
Covid-19
hadir
persis ketika inovasi teknologi 4.0 sedang gencar dikampanyekan. Teknologi 4.0
yang merambah segala bidang kehidupan manusia seperti sedang mengalami
pencobaan ketika pandemi mengharuskan dia berjalan maju lebih jauh. Dalam hal
ini, pandemi bisa dipandang sebagai kompor yang menyalakan sumbu optimisme dan
kerja keras kita dalam mengikuti alur perkembangan dunia yang semakin cepat. Dengan
kata lain, kontribusi pandemi ini bagi kehidupan manusia tampak dalam hal
memaksa kita untuk bergerak makin cepat, merebut kendali atas perkembangan
dunia modern.
Sampai pada titik ini,
apa sebenarnya yang menjadi tantangan kita? Pandemi atau penguasaan teknologi
4.0? Ketika pandemi menjadi kenyataan yang tidak dapat dielak, penguasaan
teknologi menjadi keharusan. Membiarkan diri kita gagap teknologi sama artinya
dengan memberikan kesempatan kepada Covid-19
untuk menjajah kita semakin lama. Cita-cita Covid-19 untuk membuat kita tidur lelap tanpa kerja akan tercapai
ketika potensi teknologi tidak dapat kita kelola sebagai kekayaan.
Tantangan kita
sesungguhnya saat ini adalah penguasaan teknologi yang masih minim. Sambil
terus mengupayakan vaksinasi virus corona,
kita tentu saja masih bisa bekerja sebagaimana mestinya. Di dalam jejaring
komunikasi virtual kita bergerak untuk menjaga proses kerja tetap berlangsung
meskipun tanpa perjumpaan fisik. Hal ini tentu saja harus disertai dengan
perubahan cara pandang kita terhadap kerja daring, bahwa tanpa berjumpa secara
fisik kita masih tetap produktif dalam segala bidang. Covid-19 yang mengajak kita berperang hanya akan dikalahkan jika
kita gemar mengupayakan strategi baru yang tidak biasa, yaitu tata kelola
teknologi 4.0, yang bahkan menjadi ketakutan kita sebelumnya.
Sekolah
daring; siapa takut?
Kalau pandemi Covid-19 adalah misteri, maka kita
dipersilakan untuk keluar dari dunia ini dan menemukan solusi di alam yang
lain. Tetapi, pandemi ini adalah masalah duniawi, yang solusinya juga tentu
saja disediakan oleh dunia. Dalam menghadapi situasi pandemi, pelajar tidak boleh
takut, sebab ketakutan hanya akan membuat kita tinggal diam, lalu tidak mampu
memikirkan jalan keluar. Pandemi yang menekan harus menjadi tumpuan bagi kita
untuk menggali potensi yang mungkin dapat membantu proses belajar. Potensi itu
adalah teknologi komunikasi dan informasi yang kian melesat maju.
Dalam suatu kesempatan
diskusi, seorang siswa mengeluh tentang pemahaman yang terbatas akibat
penjelasan materi secara daring. Keluhan seperti ini tampaknya masuk akal,
tetapi jika dibiarkan sebagai keluhan akan mengganggu optimisme sekolah daring.
Teknologi informasi dan komunikasi mesti dikelola secara baik supaya perjumpaan
daring berdaya guna bagi pengembangan pengetahuan dan pengalaman. Untuk maksud
tersebut, ada dua hal penting yang perlu kita petik;
Pertama,
teknologi
sudah memfasilitasi kita untuk berjumpa secara daring. Materi pembelajaran,
baik yang tertulis maupun lisan (video pembelajaran dan Google meeting) dapat kita akses bersama melalui aplikasi yang
disediakan oleh negara melalui sekolah. Dengan demikian, kita semakin
dipermudah untuk berkomunikasi dengan guru dan teman, membagi pengetahuan dan
pengalaman, serta bekerja sama memecahkan soal dan kebingungan ilmiah lainnya.
Kedua,
sekolah
daring menjadi ajang pencobaan, di mana kita dituntut untuk menjadi guru dan
siswa yang aktif. Guru dan siswa yang aktif selalu ada dalam situasi pencarian,
tidak pernah merasa puas atau penuh dengan pengetahuan. Dunia yang bergerak
cepat tidak dapat kita hentikan, yang dapat kita buat adalah menggali potensi-potensi
yang tersedia untuk mengakses pengetahuan demi perkembangan diri dan kemajuan
bersama. Teknologi memberi kita kemungkinan untuk menemukan jalan keluar bagi
kesulitan-kesulitan hidup, termasuk kesulitan memecahkan soal pembelajaran.
Namun kita perlu mengolah informasi yang disediakan teknologi secara kritis
agar tidak menjadi hoaks yang dipelihara di lingkungan sekolah.
Di samping itu, kita
juga terus bekerja sebagai masyarakat yang aktif menuntut hak sebagai warga
negara. Kemajuan teknologi 4.0 yang seringkali digaungkan pemerintah harus
berjalan beriringan dengan kebijakan yang adil dan merata di semua wilayah.
Tugas utama pemerintah di bidang pendidikan era teknologi 4.0 bukan lagi
menyediakan materi ajar, tetapi memungkinkan materi ajar itu dapat diakses
semua siswa. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah menjamin tersedianya
jaringan internet yang lancar dan hemat bagi pelajar yang sedang berjuang
membangun Indonesia di masa depan. Sekolah
daring; siapa takut?
“Teknologi
tidak akan menggantikan guru yang hebat, tetapi teknologi di tangan guru yang
hebat akan menjadi transformasional” (George Couros)
“Milenial
yang hebat adalah milenial yang tidak pernah ingin berhenti belajar” (NN)
Jaya
Selalu Saverian…